Banyak yang bilang bahwa usia 20-an adalah dekade terbaik dalam hidup kita. Usia ini dianggap sebagai masa untuk mencoba berbagai macam hal untuk membentuk karakter dan memikirkan keinginan jangka panjang.
Sebagai seseorang yang juga masih berusia di awal 20-an, saya sadar bahwa untuk “benar-benar hidup”, masih banyak inspirasi yang dibutuhkan agar bisa belajar dan berkembang. Dan buku adalah salah satu yang bisa menjadi guide dalam hal ini.
Seperti halnya pengalaman, selalu ada hal yang bisa dipelajari dari buku. Tetapi, yang biasanya menjadi masalah adalah bagaimana memilih bukunya. Dari sekian banyak buku yang layak dibaca di dunia ini, bagaimana caranya memilih buku yang sesuai? Yuk, simak beberapa pilihannya.
White Teeth oleh Zadie Smith
Novel ini menceritakan sejarah beberapa keluarga yang hidup di tahun 1975 di London, yang sejak dulu sudah menjadi kota multikultur. Narasi Smith membahas aspek-aspek identitas yang di antaranya adalah agama, ras dan seksualitas, baik dalam ranah pribadi maupun publik. White Teeth memiliki gaya bahasa yang ringan dan sassy, tapi juga filosofis dan mendalam di saat yang bersamaan. Debut novel Smith ini bisa menjadi inspirasi bagi siapapun, terutama yang berusia 20-an, terlebih melihat Smith yang merilis novel ini ketika usianya baru 24 tahun.
“You must live life with the full knowledge that your actions will remain. We are creatures of consequence.”
The Little Prince oleh Antoine de Saint-Exupéry
Para kritikus mengatakan buku dengan genre surealis ini adalah salah satu karya sastra Perancis terbaik dalam satu abad terakhir. de Saint-Exupéry menggambarkan masa kecil tokoh-tokohnya yang penuh kebahagiaan, kesedihan dan rasa ingin tahu. Buku ini memang awalnya dipasarkan untuk anak-anak. Tetapi, berbagai interpretasi yang kemudian dilakukan oleh para psikolog dan akademis literatur menunjukkan bahwa buku ini tidak hanya cocok untuk anak-anak. Mereka beragumen bahwa agar dapat tumbuh menjadi orang dewasa dengan mental yang sehat, seseorang perlu mengintegrasikan masa kecil ke dalam masa dewasanya.
“All grown-ups were once children…but only few of them remember it.”
On the Road oleh Jack Kerouac
Novel klasik 1950-an ini merupakan salah satu yang wajib dibaca oleh young adult. On the Road menggambarkan dengan jelas energi dan emosi yang menggebu-gebu dari anak-anak muda yang baru “melihat dunia”. Tokoh-tokoh di novel ini hidup dengan latar belakang puisi dan jazz. Membaca novel ini, kamu akan ikut terbawa perasaan bebas, excited, frustasi, sampai rindu yang dialami para tokoh sepanjang road trip ke seluruh penjuru Amerika Serikat. Intinya, buku ini sangat sesuai untuk dibaca di usia 20-an, terutama jika kamu masih melakukan transisi antara masa remaja dan masa dewasa.
“I was surprised, as always, by how easy the act of leaving was, and how good it felt. The world was suddenly rich with possibility.”
Americanah oleh Chimamanda Ngozi Adichie
Membaca Americanah, kamu akan mendapatkan gambaran kehidupan di Nigeria, Amerika Serikat dan Inggris. Meskipun memiliki latar waktu tahun 2000-an, semua yang dialami dan dilakukan oleh tokoh-tokohnya sangat dipengaruhi latar belakang sejarah ketiga negara tersebut. Kegigihan tokoh utamanya dari Nigeria ke Amerika Serikat demi melanjutkan pendidikan juga memberikan semangat dan inspirasi bagi kamu yang berencana mencari pengalaman di kota atau negara lain. Melalui plotnya, Adichie juga membahas berbagai isu seperti ras dan rasisme, identitas, kritik budaya, serta percintaan.
“And her joy would become a restless thing, flapping its wings inside her, as though looking for an opening to fly away.”
The Brief Wondrous Life of Oscar Wao oleh Junot Díaz
Karya yang memenangkan 2008 Pulitzer Prize for Fiction ini bisa menginspirasi kamu untuk lebih mengenal diri sendiri dan budaya turun-temurun keluarga. Di novel ini, kamu akan mengikuti kisah emosional Oscar Wao, seorang anak geeky dari imigran asal Republik Dominika yang tumbuh di New Jersey. Oscar berjuang untuk menyesuaikan perspektif pribadinya dengan lingkungan tempat ia dibesarkan.
“If you didn’t grow up like I did then you don’t know, and if you don’t know it’s probably better you don’t judge.”
Handmaid’s Tale oleh Margareth Atwood
Seperti karya-karya Atwood yang lain, Handmaid’s Tale berfokus pada kehidupan tokoh utamanya yang seorang perempuan. Namun berbeda dengan yang lainnya, novel ini ber-genre distopia futuristik, dengan latar New England, Amerika Serikat. Handmaid’s Tale menggambarkan subjugasi perempuan serta pentingnya independensi dan individualisme di tengah pemerintahan baru Amerika Serikat yang totalitarian. Kalau kamu mau mempelajari dampak fatal dari objektifikasi perempuan, kamu bisa memulainya dengan membaca novel ini.
“But people will do anything rather than admit that their lives have no meaning. No use, that is. No plot.”
Wild oleh Cheryl Strayed
Di buku ini, kamu akan membaca tentang kehilangan, kekecewaan, hingga pada akhirnya kemampuan memaafkan dan menyembuhkan diri sendiri. Memoir Cheryl Strayed ini menceritakan self-discovery ketika ia hiking seorang diri sejauh 1.100 mil di Pacific Crest Trail. Disinggung pula kilas balik kehidupan Strayed sebelum ia memulai perjalanan tersebut. Buku ini sangat tepat bagi kamu yang sedang membutuhkan alone time untuk memulihkan diri dari masalah atau mencoba mencari tahu versi diri mana yang paling membuat nyaman. Melakukan perjalanan sendirian memang membantu, dan Wild bisa memberimu semangat dan motivasi tambahan.
“Alone had always felt like an actual place to me, as if it weren’t a state of being, but rather a room where I could retreat to be who I really was.”
The Tipping Point oleh Malcolm Gladwell
“Tipping point” yang dimaksud oleh Gladwell adalah masa-masa penting mengenai wabah sosial yang terjadi di berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam perubahan sosial ini adalah tren dan penggunaan media sosial. Meskipun pertama kali diterbitkan tahun 2000, The Tipping Point masih relevan sampai sekarang karena menyinggung cara dan alasan orang-orang bertukar ide dan informasi hingga menjadi viral. Kalau kamu ingin lebih memahami bentuk komunikasi tanpa batas waktu, coba deh baca buku ini. Tulisan Gladwell juga membantu di aspek-aspek yang lebih spesifik seperti interview, sales, dan penyampaian pikiran.
“That is the paradox of the epidemic: that in order to create one contagious movement, you often have to create many small movements first.”
Walden (Life in the Woods) oleh Henry David Thoreau
Pertama kali diterbitkan tahun 1854, Walden menggambarkan pengalaman Thoreau selama dua tahun tinggal di sebuah kabin yang ia bangun di hutan dekat Conrod, Massachusetts, Amerika Serikat. Seperti Wild, Walden bisa menginspirasi kamu dalam hal self-discovery dan self-reliance. Bedanya, Walden lebih menekankan eksperimen sosial serta keputusan penulis untuk hidup bebas, mendekat dengan alam dan menjauh dari toxic di masyarakat yang lebih sering mengganggu dan banyak komentar.
“Live in each season as it passes; breathe the air, drink the drink, taste the fruit, and resign yourself to the influence of the earth.”
A Subtle Art of not Giving a F*ck oleh Mark Manson
Mungkin kamu bosan terus-menerus diberi tahu bahwa kunci dari kebahagiaan adalah dengan berpikir positif dan berada di antara orang-orang dengan energi positif. Well, Manson memberimu pandangan yang berbeda: tidak semua hal harus ditanggapi dengan positif. Buku ini akan membuat kamu sadar bahwa kamu bisa lebih sehat dan bahagia dengan tidak sembarangan membuang energi (termasuk “energi positif”). Membaca buku ini juga memberi kamu kesempatan untuk melihat kembali pengalaman hidup sejauh ini dan bahkan terkadang, membuat kamu merasa “ditampar” oleh real-nya yang argumentasi Manson.
“Who you are is defined by what you’re willing to struggle for.”
Buku-buku terbaik memiliki kisah yang dinamis, yang maknanya ikut berubah seiring perubahan yang dialami pembacanya. Oleh karena itu, ada buku-buku tertentu yang “click” hanya ketika dibaca di usia 20-an. Kalau di antara buku-buku yang saya sebutkan ada yang pernah kamu baca, tidak ada salahnya dibaca ulang. Kamu mungkin akan mendapatkan pengalaman membaca yang sama sekali baru.
Membaca buku-buku di atas bisa memberikan kamu gambaran tentang identitas, growing up, kehilangan, penyesuaian diri, dan imajinasi. Semua ini bisa menjadi dasar bukan hanya untuk pembentukan karakter, tetapi tentu saja, membangun karier yang memuaskan.